Dok Pribadi |
Rasanya cepat sekali yah…waktu berlalu, tak terasa Hari ini kita sudah memasuki bulan Oktober, kita juga sudah masuk ke tantangan ke-4 #komunitasonedayonepost #ODOP_6. Dan untuk memenuhinya, kali ini saya akan
mencoba berbagi cerita tentang salah satu tradisi untuk menolak bala atau
malapetaka yang biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat di kota Cirebon setiap
bulan sapar, tradisi tersebut salah satunya adalah tradisi ngapem.
Bulan sapar ini menurut penanggalan islam adalah bulan ke
dua setelah Muharram. Yang kebetulan tinggal beberapa hari lagi kita akan meninggalkan
bulan muharram ini, dan akan segera memasuki bulan sapar yaitu salah satu
bulan dari ke dua belas bulan dalam penanggalan hijriyah yang dipercaya oleh
sebagian masyarakat kota Cirebon sebagai bulan yang banyak terjadinya musibah, malapetaka atau bala bencana. Kalau orang Cirebon sendiri bilang “Wulan sing akeh blaie”
terutama di hari Rabu terakhir dibulan atau yang biasa disebut
dengan Rebo wekasan.
Tradisi ngapem ini biasa dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di kota Cirebon setiap bulan sapar dalam setiap tahunnya yang bertujuan untuk mencegah dan menghindari musibah
atau malapetaka. Ngapem sendiri artinya
melakukan selamatan dengan cara sedekah atau berbagi kue apem dengan cara membuat sendiri atau membelinya dari pedagang kue apem untuk disedekahkan atau dibagikan kepada teman, tetangga, handai
taulan maupun fakir miskin yang ada di sekitar tempat tinggal kita.
Kue apem itu sendiri selain rasanya enak juga merupakan salah satu warisan kuliner
khas kota Cirebon, bentuknya ada yang bulat menyerupai kue serabi, rasanya manis dan begitu istimewa, dengan teksturnya yang lembut, legit dan kenyal, ada juga yang berbentuk kotak persegi atau lonjong, apem
jenis ini disebut apem kinca karena rasanya tawar sehingga penyajiannya harus
dilengkapi dengan gula cair atau dalam bahasa Cirebon yang disebut dengan
kinca.
Kue apem ini, merupakan salah satu jenis kue basah yang terbuat dari bahan-bahan pilihan, perpaduan
antara tepung beras, tepung tapioka, tape singkong atau untuk hasil yang lebih
enak menggunakan tape yang terbuat dari nasi, gula, fermipan dan air. Bahan-bahan
tersebut dicampur hingga menjadi sebuah adonan yang dibiarkan selama semalaman
sebelum nantinya dicetak menjadi kue apem.
Selanjutnya pada hari rabu terakhir dibulan Sapar ini, atau yang
juga disebut dengan rebo wekasan atau rabu penutup ada tradisi tawurji yaitu sebagian anak-anak yang mengenakan dandanan sarung dengan peci berkeliling kampung meminta sedekah kepada warga masyarakat sekitar kota Cirebon sambil menyenandungkan
pujian dalam bahasa Cirebon “wur tawurji tawur selamat dawa
umur” yang artinya sawer pak haji, sawer semoga selamat dan panjang umur. Senandung
ini mengandung makna sebuah doa keselamatan semoga panjang umur agar dapat segera menunaikan ibadah haji.
Nah...bagaimana sahabat blogger, sekarang sudah tau bukan, kalau di kota Cirebon ada sebuah tradisi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kota Cirebon setiap bulan sapar, yaitu sebuah yang disebut dengan tradisi ngapem.
Nah...bagaimana sahabat blogger, sekarang sudah tau bukan, kalau di kota Cirebon ada sebuah tradisi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kota Cirebon setiap bulan sapar, yaitu sebuah yang disebut dengan tradisi ngapem.
#TantanganODOP4
#onedayonepost
#odopbatch6
#nonfiksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar